BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Ekosistem
akuatik adalah ekosistem yang lingkungan hidup eksternalnya dikuasai dan di
ungguli oleh air tawar, yang merupakan habitat dari berbagai makhluk hidup.
Berbicara tentang ekosistem akuatik tidak bisa lepas dari meninjau masalah
kelestarian air itu sebagai komponen lingkumgan hidup yang utama. Air
yang terdapat dalam system akuatik ini merupakan air permukaan (ada juga air
tanah bagi sumber air untuk manusia) yang bisa digunakan oleh manusia untuk
memenuhi kebutuhannya akan :
-Air minum
-Mandi, cuci, kakus (MCK)
yang biasa disebut juga sebagai kebutuhan domestic.
- Pertanian
-Perikanan
-Pembangkit tenaga listrik
- Navigasi dan rekreasi
Khusus untuk air permukaan
ini kecenderungan di Indonesia memberikan indikasi yang makin memburuk di
tinjau dari segi kuantitas dan kualitas airnya. Ini erat hubungannya dengan
perusakan dan pereduksian ekosistem hutan di kawasan hulu sungai. Secara
praktis kuantitas air sungai ditentukan oleh naik turunnya debit air di musim
hujan dan musim kemarau sepanjang tahun. Sedangkan kuantitasnya ditentukan oleh
kadar pelumpuran dan tingkat pencemarannya.Karena itu, upaya pelestarian sumber
daya air harus merupakan prioritas kalau kita tidak menginginkan sumber
komoditi yang sukar diperoleh dimasa datang.
1.2 Rumusan
Masalah
1. Apa pengertian hutan
pantai?
2. Apa pengertian rawa?
3.
Apa pengertian Mangrove?
4.
Apa pengertian Ekosistem Air Tawar
dan sebutkan macamnya?
5.
Apa pengertian Ekosistem Air Laut dan sebutkan
macamnya?
6.
Apa pengertian Eustuaria Laut dan
sebutkan macamnya?
7. Apa
pengertian terumbu Karang dan sebutkan
macamnya?
8.
Apa pengertian ekosistem dan sebutkan macamnya?
9
Apa pengertian Bentos
dan sebutkan macamnya?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian hutan pantai
2
Mengetahui pengertian rawa
3
Mengetahui pengertian mangrove
4
Mengetahui pengertian ekosistem air tawar serta macamnya
5
Mengetahui pengertian ekosistem air laut serta macamnya
6
Mengetahui pengertian
eustuaria laut serta macamnya
7
Mengetahui pengertian
terumbu karang serta macamnya
8
Mengetahui pengertian
ekosistem serta macamnya
9
Mengetahui pengertian
bentos serta macamnya
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Hutan Pantai
Hutan
pantai adalah hutan yang menyebar di sepanjang pantai yang tidak tergenang oleh
pasang surut air laut dengan luas + 3,3 juta hektar. Ciri umum ekosistem ini
antara lain adalah :
1) Tidak terpengaruh iklim;
2) Tanah kering (tanah pasir, berbatu
karang, lempung);
3) Tanah rendah pantai;
4) Pohon kadang-kadang ditumbuhi
epyphit; dan
5) dapat dijumpai terutama di pantai
selatan P. Jawa, pantai barat daya Sumatera dan pantai Sulawesi.
Berdasarkan susunan
vegetasinya, ekosistem hutan pantai dapat dibedakan menjadi 2, yaitu formasi
Pres-Caprae dan formasi Baringtonia.
1) Formasi Pres-Caprae; Pada formasi
ini, tumbuhan yang dominan adalah Ipomeea pres-caprae, tumbuhan lainnya adalah
Vigna, Spinifex littoreus (rumput angin), Canavalia maritime, Euphorbia atoto,
Pandanus tectorius (pandan), Crinum asiaticum (bakung), Scaevola frutescens
(babakoan).
2) Formasi Baringtonia; Vegetasi
dominan adalah pohon Baringtonia (butun), tumbuhan lainnya adalah Callophylum
inophylum (nyamplung), Erythrina, Hernandia, Hibiscus tiliaceus (waru laut),
Terminalia catapa (ketapang).
2.2 Rawa
Rawa adalah
lahan genangan air secara ilmiah yang terjadi
terus-menerus atau musiman akibat drainase yang terhambat serta mempunyai
ciri-ciri khusus secara fisika, kimiawi dan
biologis.
Definisi yang lain
dari rawa adalah semua macam tanah berlumpur yang terbuat secara alami, atau buatan manusia dengan mencampurkan air tawar dan air
laut, secara permanen atau sementara, termasuk daerah laut yang dalam airnya
kurang dari 6 m pada saat air surut yakni rawa dan
tanah pasang surut. Rawa-rawa , yang memiliki penuh nutrisi, adalah gudang
harta ekologis untuk kehidupan berbagai macam makhluk hidup. Rawa-rawa juga
disebut "pembersih alamiah", karena rawa-rawa itu berfungsi untuk
mencegah polusi atau pencemaran lingkungan alam.
Dengan alasan itu, rawa-rawa memiliki nilai tinggi dalam segi ekonomi, budaya,
lingkungan hidup dan lain-lain, sehingga lingkungan rawa harus tetap dijaga
kelestariannya.
Rawa Pening ("pening" berasal dari
"bening") adalah danau sekaligus tempat wisata air di Kabupaten Semarang, Jawa Tengah.
Dengan luas 2.670 hektareia
menempati wilayah kecamatan Ambarawa, Bawen, Tuntang,
dan Banyubiru. Rawa Pening terletak di cekungan
terendah lereng Gunung
Merbabu, Gunung
Telomoyo, dan Gunung
Ungaran.
Danau
ini mengalami pendangkalan yang pesat. Pernah menjadi tempat mencari ikan, kini
hampir seluruh permukaan rawa ini tertutup eceng
gondok. Gulma ini juga sudah menutupi Sungai Tuntang, terutama di
bagian hulu. Usaha mengatasi spesies
invasif ini dilakukan dengan
melakukan pembersihan serta pelatihan pemanfaatan eceng gondok dalam kerajinan,
namun tekanan populasi tumbuhan ini sangat tinggi.
Menurut
legenda, Rawa Pening terbentuk dari muntahan air yang mengalir dari bekas
cabutan lidi yang dilakukan oleh Baru Klinthing. Cerita Baru
Klinthing yang berubah menjadi anak kecil yang penuh luka dan berbau amis
sehingga tidak diterima masyarakat dan akhirnya ditolong janda tua ini sudah
berlalu. Rawa ini digemari sebagai obyek wisata pemancingan dan sarana olahraga
air. Namun akhir-akhir ini, perahu nelayan bergerak pun sulit.
2.3 Mangrove
Di sebut juga
hutan pantai. Hutan pasang surut air laut, Hutan payau, atau Hutan
bakau.Merupakan tipe hutan tropika yang khas tumbuh di sepanjang pantai atau
muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut.Hutan ini terdapat di
di Pulau sumatra ,kalimantan ,jawa dan irian jaya.Hutan ini dapat hidup dengan
subur klau wilayah pesisir tersebut memenuhi syarat-syarat berikut:
a. Terlindung
dari gemuran ombak dan arus pasang surut air lautyang kuat
b.
Daerahnya datar
c. Memilki muara sungai yang besar
d. Kadar garam air laut antara 10-30 per mil
Hutan mangrove merupakan ekosistem yang sangat penting di wilayah pesisir sebab memiliki fungsi ekologis dan fungsi ekonomis ,sebagai berikut contoh ekologi;
a.Penahan abrasi
b. Penyerap
limbah
c.Pencegah
intrusi laut
Contoh ekonomis ;
a. Bahan bakar,
bahan kertas, bahan bangunan
b. Perabot rumah
tangga
c.Bahan penyamak
kulit dan pupuk hijau
2.4 Ekosistem
Air Tawar
Ekosistem air tawar memiliki
ciri ciri antara lain variasi suhu tidak menyolok, penetrasi cahaya kurang dan
terpengaruh oleh iklim dan cuaca. Hampir semua golongan tumbuhan terdapat pada
ekosistem air tawar, tumbuhan tingkat
tinggi (Dikotil dan Monokotil), tumbuhan tingkat rendah (jamur, ganggang biru,
ganggang hijau) dan Hampir semua filum dari dunia hewan terdapat pada ekosistem
air tawar, misalnya protozoa, spans, cacing, molluska, serangga, ikan, amfibi,
reptilia, burung, mammalia. Ada yang selalu hidup di air, ada pula yang ke air
bila mencari makanan saja. Hewan yang selalu hidup di air mempunyai cara
beradaptasi dengan lingkungan yang berkadar garam rendah. Pada ikan dimana
kadar garam protoplasmanya lebih tinggi daripada air, mempunyai cara
beradaptasi sebagai berikut:
- Sedikit minum, sebab air masuk ke dalam tubah
secara terus-menerus melalui proses osmosis.
- Garam dari dalam air diabsorbsi melalui insang
secara aktif
-Air diekskresikan melalui ginjal secara berlebihan,
juga diekskresikan melalui insang dan
saluran
pencernaan.
2.4.1 Lentik
Ekosistem air tawar lentik : airnya tidak berarus,
ini berarti airnya tidak mengalir. Contohnya : Danau, rawa air tawar, kolam,
rawa gambut, pasir terapung dibedakan menjadi 3 zona,
a) Zona
litoral/daerah tepi
b) Zona
limnetik/terbuka atau dapat ditembus oleh mataharii
c) Zona
propundal/peraran dalam tidak dapat menembus.
.
Gambar. 2 Hutan
Rawa Gambut Gambar.
3 Danau Toba
2.4.2 Lotik
Ekosistem air
tawar Lotik : airnya berarus, berarti airnya senantiasa mengalir. Contoh dari
ekosistem air tawar lotik sering kita jumpai di sekitar kita. Misalnya :
Sungai, dan selokan.
2.5 Ekosistem Air Laut
2.5.1 Pantai karang
2.5.2 Pantai Berpasir
KARAKTERISTIK
·
Kebanyakan
terdiri dari kwarsa dan feldspar, bagian yang paling banyak dan paling keras
sisa-sisa pelapukan batu di gunung.
·
Dibatasi
hanya di daerah dimana gerakan air yang kuat mengangkut partikel-partikel yang
halus dan ringan.
·
Total
bahan organik dan organisme hidup di pantai yang berpasir jauh lebih sedikit
dibandingkan dengan jenis pantai lainnya.
·
Pantai
berpasir didominasi oleh 3 kelas invertebrate : - Cacing polikaeta
- Moluska bivalvia
- Rustasea
FUNGSI
·
Tempat
beberapa biota meletakkan telurnya
·
Tidak
dapat menahan air dengan baik karena sedimennya yang kasar akibatnya lapisan
permukannya menjadi kering sampai sedalam beberapa cm di bagian atas pantai
yang terbuka terhadap matahari pada saat pasang surut.
2.5.3 Pantai
Berlumpur
2.6 Eustuaria
Estuaria adalah perairan muara
sungai semi tertutup yang berhubungan bebas dengan laut, sehingga air laut
dengan salinitas tinggi dapat bercampur dengan air tawar. Estuaria dapat
terjadi pada lembah-lembah sungai yang tergenang air laut, baik karena permukaan
laut yang naik (misalnya pada zaman es mencair) atau pun karena turunnya
sebagian daratan oleh sebab-sebab tektonis. Estuaria juga dapat terbentuk pada
muara-muara sungai yang sebagian terlindungi oleh beting pasir atau lumpur.
Kombinasi pengaruh air laut dan air tawar akan
menghasilkan suatu komunitas yang khas, dengan lingkungan yang bervariasi,
antara lain:
(1) Tempat bertemunya arus air tawar dengan arus
pasang-surut, yang berlawanan menyebabkan suatu pengaruh yang kuat pada
sedimentasi, pencampuran air, dan ciri-ciri fisika lainnya, serta membawa
pengaruh besar pada biotanya;
(2) Pencampuran kedua macam air tersebut
menghasilkan suatu sifat fisika lingkungan khusus yang tidak sama dengan sifat
air sungai maupun sifat air laut;
(3) Perubahan yang terjadi akibat adanya
pasang-surut mengharuskan komunitas mengadakan penyesuaian secara fisiologis
dengan lingkungan sekelilingnya; dan
(4) Tingkat kadar garam di daerah estuaria
tergantung pada pasang-surut air laut, banyaknya aliran air tawar dan arus-arus
lainnya, serta topografi daerah estuaria tersebut.
Sifat-sifat
Ekologis
Sebagai tempat pertemuan air laut dan air tawar,
salinitas di estuaria sangat bervariasi. Baik menurut lokasinya di estuaria,
ataupun menurut waktu. Secara umum salinitas yang tertinggi berada pada bagian
luar, yakni pada batas wilayah estuaria dengan laut, sementara yang terendah
berada pada tempat-tempat di mana air tawar masuk ke estuaria. Pada garis
vertikal, umumnya salinitas di lapisan atas kolom air lebih rendah daripada salinitas
air di lapisan bawahnya. Ini disebabkan karena air tawar cenderung ‘terapung’
di atas air laut yang lebih berat oleh kandungan garam. Kondisi ini disebut
‘estuaria positif’ atau ‘estuaria baji garam’ (salt wedge estuary) (Nybakken,
1988). Akan tetapi ada pula estuaria yang memiliki kondisi berkebalikan, dan
karenanya dinamai ‘estuaria negatif’. Misalnya pada estuaria-estuaria yang
aliran air tawarnya sangat rendah, seperti di daerah gurun pada musim kemarau.
Laju penguapan air di permukaan, yang lebih tinggi daripada laju masuknya air
tawar ke estuaria, menjadikan air permukaan dekat mulut sungai lebih tinggi
kadar garamnya. Air yang hipersalin itu kemudian tenggelam dan mengalir ke arah
laut di bawah permukaan. Dengan demikian gradien salinitas airnya berbentuk
kebalikan daripada ‘estuaria positif’.
Dalam pada itu, dinamika pasang surut air laut
sangat mempengaruhi perubahan-perubahan salinitas dan pola persebarannya di
estuaria. Pola ini juga ditentukan oleh geomorfologi dasar estuaria. Sementara
perubahan-perubahan salinitas di kolom air dapat berlangsung cepat dan dinamis,
salinitas substrat di dasar estuaria berubah dengan sangat lambat. Substrat
estuaria umumnya berupa lumpur atau pasir berlumpur, yang berasal dari sedimen
yang terbawa aliran air, baik dari darat maupun dari laut. Sebabnya adalah
karena pertukaran partikel garam dan air yang terjebak di antara
partikel-partikel sedimen, dengan yang berada pada kolom air di atasnya
berlangsung dengan lamban.
Biota
Estuaria
Sebagai wilayah peralihan atau percampuran, estuaria
memiliki tiga komponen biota, yakni fauna yang berasal dari lautan, fauna
perairan tawar, dan fauna khas estuaria atau air payau. Fauna lautan yang tidak
mampu mentolerir perubahan-perubahan salinitas yang ekstrem biasanya hanya dijumpai
terbatas di sekitar perbatasan dengan laut terbuka, di mana salinitas airnya
masih berkisar di atas 30‰. Sebagian fauna lautan yang toleran (eurihalin)
mampu masuk lebih jauh ke dalam estuaria, di mana salinitas mungkin turun
hingga 15‰ atau kurang. Sebaliknya fauna perairan tawar umumnya tidak mampu
mentolerir salinitas di atas 5‰, sehingga penyebarannya terbatas berada di
bagian hulu dari estuaria.
Fauna khas estuaria adalah hewan-hewan yang dapat
mentolerir kadar garam antara 5-30‰, namun tidak ditemukan pada wilayah-wilayah
yang sepenuhnya berair tawar atau berair laut. Di antaranya terdapat beberapa
jenis tiram dan kerang (Ostrea, Scrobicularia), siput kecil Hydrobia, udang
Palaemonetes, dan cacing polikaeta Nereis.Di samping itu terdapat pula fauna-fauna
yang tergolong peralihan, yang berada di estuaria untuk sementara waktu saja.
Beberapa jenis udang Penaeus, misalnya, menghabiskan masa juvenilnya di sekitar
estuaria, untuk kemudian pergi ke laut ketika dewasa. Jenis-jenis sidat
(Anguilla) dan ikan salem (Salmo, Onchorhynchus) tinggal sementara waktu di
estuaria dalam perjalanannya dari hulu sungai ke laut, atau sebaliknya, untuk
memijah. Dan banyak jenis hewan lain, dari golongan ikan, reptil, burung dan
lain-lain, yang datang ke estuaria untuk mencari makanan (Nybakken, 1988).
Akan tetapi sesungguhnya, dari segi jumlah spesies,
fauna khas estuaria adalah sangat sedikit apabila dibandingkan dengan keragaman
fauna pada ekosistem-ekosistem lain yang berdekatan. Umpamanya dengan fauna
khas sungai, hutan bakau atau padang lamun, yang mungkin berdampingan letaknya
dengan estuaria. Para ahli menduga bahwa fluktuasi kondisi lingkungan, terutama
salinitas, dan sedikitnya keragaman topografi yang hanya menyediakan sedikit
relung (niche), yang bertanggung jawab terhadap terbatasnya fauna khas
setempat.
Peranan
Ekosistem Estuaria
Produktifitas estuaria, pada kenyataannya bertumpu
atas bahan-bahan organik yang terbawa masuk estuaria melalui aliran sungai atau
arus pasang surut air laut. Produktifitas primernya sendiri, karena sifat-sifat
dinamika estuaria sebagaimana telah diterangkan di atas dan karena kekeruhan
airnya yang berlumpur, hanya dihasilkan secara terbatas oleh sedikit jenis
alga, rumput laut, diatom bentik dan fitoplankton.
Meski demikian, bahan-bahan organik dalam rupa
detritus yang terendapkan di estuaria membentuk substrat yang penting bagi
tumbuhnya alga dan bakteri, yang kemudian menjadi sumber makanan bagi
tingkat-tingkat trofik di atasnya. Banyaknya bahan-bahan organik ini
dibandingkan oleh Odum dan de la Cruz (1967, dalam Nybakken 1988) yang
mendapatkan bahwa air drainase estuaria mengandung sampai 110 mg berat kering
bahan organik per liter, sementara perairan laut terbuka hanya mengandung bahan
yang sama 1-3 mg per liter.
Oleh sebab itu, organisme terbanyak di estuaria
adalah para pemakan detritus, yang sesungguhnya bukan menguraikan bahan organik
menjadi unsur hara, melainkan kebanyakan mencerna bakteri dan jasad renik lain
yang tercampur bersama detritus itu. Pada gilirannya, para pemakan detritus
berupa cacing, siput dan aneka kerang akan dimakan oleh udang dan ikan, yang
selanjutnya akan menjadi mangsa tingkat trofik di atasnya seperti ikan-ikan
pemangsa dan burung.
Melihat banyaknya jenis hewan yang
sifatnya hidup sementara di estuaria, bisa disimpulkan bahwa rantai makanan dan
rantai energi di estuaria cenderung bersifat terbuka. Dengan pangkal pemasukan
dari serpih-serpih bahan organik yang terutama berasal dari daratan (sungai,
rawa asin, hutan bakau), dan banyak yang berakhir pada ikan-ikan atau burung
yang kemudian membawa pergi energi keluar dari sistem.
2.7 Terumbu Karang
Terumbu karang
merupakan salah satu ekosistem pantai yang cukup banyak diminati di dunia ini
tidak hanya karena keindahannya (yang membuat harganya tinggi sehingga banyak
yang diambil secara paksa dari laut) tapi juga karena keunikkannya. Di
Indonesia ini nilai total terumbu karang dapat dibilang tak ternilai karena
wilayahnya yang luas (60.000 km2).
Dalam
prakteknya, terumbu karang dapat kita bedakan menjadi 2 menurut manfaatnya,
yaitu manfaat langsung (dipanen, tempat bertelur ikan, dsb.) dan manfaat tidak
langsung (menahan abrasi pantai). Berdasarkan bentuk dan hubungan perbatasan
tumbuhnya terumbu karang dengan daratan (land masses) terdapat tiga klasifikasi
terumbu karang atau yang sampai sekarang masih secara luas dipergunakan, yaitu
: Terumbu Reef (Endapan masif batu kapur (limestone), terutama kalsium karbonat
(CaCO3), yang utamanya dihasilkan oleh hewan karang dan biota-biota lain yang
mensekresi kapur, seperti alga berkapur dan moluska. Konstruksi batu kapur
biogenis yang menjadi struktur dasar suatu ekosistem pesisir. Dalam dunia
navigasi laut, terumbu adalah punggungan laut yang terbentuk oleh batu karang
atau pasir di dekat permukaan air.) Karang Coral (Disebut juga karang batu
(stony coral), yaitu hewan dari Ordo Scleractinia, yang mampu mensekresi CaCO3.
Hewan karang tunggal umumnya disebut polip.)
Karang Terumbu (Pembangun utama struktur terumbu, biasanya disebut juga sebagai karang hermatipik (hermatypic coral) atau karang lunak, berbeda dengan batu karang (rock), yang merupakan benda mati.) Terumbu karang juga dapat kita bedakan menjadi 4 jenis, yaitu
(1)Terumbu Karang Tepi (fringing reefs) (2 )Terumbu Karang Penghalang (barrier reefs) (3) Terumbu Karang Cincin (Atolls) (4) Terumbu Karang Datar/Gosong Terumbu (patch reefs). Untuk daerah persebarannya, terumbu karang di Indonesia dapat kita temukan dari kawasan barat indonesia hingga kawasan timur sana.
Karang Terumbu (Pembangun utama struktur terumbu, biasanya disebut juga sebagai karang hermatipik (hermatypic coral) atau karang lunak, berbeda dengan batu karang (rock), yang merupakan benda mati.) Terumbu karang juga dapat kita bedakan menjadi 4 jenis, yaitu
(1)Terumbu Karang Tepi (fringing reefs) (2 )Terumbu Karang Penghalang (barrier reefs) (3) Terumbu Karang Cincin (Atolls) (4) Terumbu Karang Datar/Gosong Terumbu (patch reefs). Untuk daerah persebarannya, terumbu karang di Indonesia dapat kita temukan dari kawasan barat indonesia hingga kawasan timur sana.
2.8 Ekosistem
Ekosistem
adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik tak
terpisahkan antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Ekosistem bisa
dikatakan juga suatu tatanan kesatuan secara utuh dan menyeluruh antara segenap
unsur lingkungan hidup yang saling memengaruhi. Ekosistem merupakan
penggabungan dari setiap unit biosistem yang melibatkan
interaksi timbal balik antara organisme dan lingkungan fisik sehingga aliran energi
menuju kepada suatu struktur biotik tertentu dan terjadi suatu siklus materi antara
organisme dan anorganisme. Matahari sebagai
sumber dari semua energi yang ada.
Dalam ekosistem, organisme dalam
komunitas berkembang bersama-sama dengan lingkungan fisik sebagai suatu sistem.
Organisme akan beradaptasi dengan lingkungan fisik, sebaliknya organisme juga
memengaruhi lingkungan fisik untuk keperluan hidup. Pengertian ini didasarkan
pada Hipotesis Gaia, yaitu: "organisme, khususnya mikroorganisme,
bersama-sama dengan lingkungan fisik menghasilkan suatu sistem kontrol yang
menjaga keadaan di bumi cocok untuk kehidupan. Hal ini mengarah pada kenyataan
bahwa kandungan kimia atmosfer dan bumi sangat terkendali dan sangat berbeda dengan planet lain dalam tata surya.
2.8.1 Ekosistem
Laut Pelapis
2.8.2 Ekosistem
Laut Dalam
Laut dalam merupakan daerah
yang tidak pernah diungkapkan dan dijelajahi. Orang banyak mengeksplorasi ke
luar angkasa dari pada ke bawah laut. Itulah sebabnya banyak yang tidak
mengetahui keajaiban-keajaiban yang ada dilaut. Kedalaman 300 meter yang ada
pada laut merupakan daerah yang tidak dapat tertembus oleh sinar matahari,
sehingga suasana pada kedalaman tersebut adalah gelap, kemudian pada kedalaman
tersebut tekananb ertambah dan suhu airpun menurun. Zona yang demikian disebut
“Twilight Zone”. Pada zona ini semua hewan laut terlihat transparan atau tembus
pandang, hal tersebut merupakan sebuah mekanisme bertahan hidup makhluk-makhluk
laut agar tidak dengan mudah dimangsa. Oleh sebab itulah pada “Twilight Zone”
sebisa mungkin hewan-hewan laut untuk tidak terlihat, terutama oleh pemangsa.
Contoh dari hewan-hewan laut yang mampu hidup pada zona ini adalah Phronima,
Cumi-cumi, Amoeba, Comb Jelly, Cope pod, dan ikan Hatchet.
Dalam ekosistem dasar laut
sebisa mungkin mereka dapat memperoleh sumber energi atau makanan agar dapat
bertahan hidup, oleh karena itu beberapa ikan yang hidup di ekosistem ini
dilengkapi keahlian khusus agar dapat memperbesar kemungkinan mendapatkan mangsa,
seperti Ikan Fang Tooth yang memiliki tingkat agresifitas yang tinggi sehingga
ketika ada mangsa yang lewat didepannya ia langsung dapat dengan cepat
memakannya, karena memang tidak banyak hewan laut yang mampu hidup dalam
ekosistem ini. Kemudian contoh lainnya adalah Ikan Hairyangler yang tubuhnya
dipenuhi dengan atena sensitif, antena tersebut sangat sensitif sekali terhadap
setiap gerakan, fungsinya untuk mendeteksi mangsa yang ada didekatnya.
Di laut dalam sering terlihat cahaya yang berkedip-kedip, cahaya tersebut adalah Bioluminescence.
Di laut dalam sering terlihat cahaya yang berkedip-kedip, cahaya tersebut adalah Bioluminescence.
Bioluminescence adalah cahaya
yang dapat dihasilkan oleh beberapa hewan laut, cahaya tersebut berasal dari
bakteri yang hidup secara permanen didalam sebuah perangkap. Bioluminescence
digunakan oleh hewan laut dalam sebagai alat perangkap atau alat untuk menarik
mangsa, kurang lebih bioluminescence berfungsi sebagai umpan. Pada umumnya
bioluminescence dimiliki oleh setiap hewan laut dalam, baik betina maupun
jantan. Namun beberapa diantaranya ada yang hanya dimiliki oleh hewan laut
betina. Cahaya bioluminescence yang dihasilkan biasa berwarna biru atau
kehijauan, putih, dan merah. Walau sebagian besar bioluminescence digunakan
untuk mekanisme bertahan hidup, namun beberapa diantara hewan laut dalam
tersebut menggunakan bioluminescence untuk menarik lawan jenisnya.
Walau nyaris tidak tergantung
dengan sinar matahari, namun siklus harian matahari sangat mempengaruhi keadaan
laut dalam, seribu juta ton makhluk hidup naik ke air dangkal setiap malam,
kemudian setiap fajar mereka kembali ke laut dalam yang lebih aman dari
predator. Kehidupan makhluk laut yang memerlukan fotosentesis untuk dapat
mendapatkan energi pada umumnya berada pada kedalaman diatas 100 m, sebab pada
kedalaman lebih dari 100 m tidak ada lagi proses fotosintesis karena sinar
matahari tak mampu menembus sampai kedalaman ini. Pada kedalaman ribuan meter
di laut suhu air turun hingga dibawah 4 centigrade dan tekanan dapat mencapai
100 kali lipat dari permukaan. Walau dengan keadaan yang sangat ekstrim tersebut,
di laut dalam tetap ada kehidupan, hewan laut yang mampu hidup pada kedalaman
tersebut adalah Echinoderms, Sea Cucumbers, Brittle stars, dan Sea urchins.
Batuan di dalam laut berfungsi sebagai jangkar bagi hewan yang mengguntung hidup pada makanan yang lewat. Misalnya, Crinoids atau lebih dikenal dengan nama Bunga Lili Laut sebab hewan ini kelihatan seperti tumbuhan yang lengkap dengan daun dan tangkai, namun sebenarnya Crinoids merupakan jenis hewan.
Batuan di dalam laut berfungsi sebagai jangkar bagi hewan yang mengguntung hidup pada makanan yang lewat. Misalnya, Crinoids atau lebih dikenal dengan nama Bunga Lili Laut sebab hewan ini kelihatan seperti tumbuhan yang lengkap dengan daun dan tangkai, namun sebenarnya Crinoids merupakan jenis hewan.
Ditemukan koral dikedalaman
2000 m di perairan dingin di teluk Norwegia, tingginya 30 m dan panjangnya 200
m. Untuk bertahan hidup koral tersebut harus mampu menangkap makanan dengan
efisien sebab matahari tidak dapat masuk pada kedalaman 2000 m sehingga koral
tersebut tidak dapat memperoleh energi dari sinar matahari. Bukan hanya koral
yang mampu hidup dikedalaman ini, hewan laut seperti hiu pun mampu hidup bahkan
sampai kedalaman 2500 m. Makanan mereka pada kedalaman ini adalah berupa fosil
atau bangkai hewan laut, seperti Hiu.
·
.Zona Afotik
Tepat ditengah lautan dalam
terbaring suatu struktur geologi terbesar planet kita yaitu pegunungan ditengah
laut. Dengan ketinggian 2 mil diatas dasar laut, membentang sejauh lebih 28
ribu mil.
Terdapat cerobong yang
mengeluarkan air panas yang dapat melelehkan, artinya ada aktivitas vulkanisme
di kedalaman ini. Jika dipermukaan 100o Centigrade, maka dibawah laut air akan
tetap cair pada suhu 400o centigrade. Pada keadaan ini air dipenuhi dengan
kandungan Hidrogen Sulfida (H2S) yang beracun. Walau keadaan yang demikian
terdapat penghuni dicerobong tersebut yaitu Puly Chaek yang terdapat pada suhu
80o centigrade. Tidak ada hewan yang lain yang bisa hidup pada suhu dan tekanan
tinggi, sehingga para ilmuwan menyebutnya cacing pompeii. Dicerobong lain
dipenuhi komunitas dari beberapa organisme, bagian bawah dari
lubangnya dipenuhi oleh kerang besar,kemudian kepiting putih, yang
menajubkan ada cacing berwarna merah yang memenuhi bagian dari cerobong
tersebut dengan panjang masing-masing 2 m dan lebar 4 cm. Didalam tubuh mereka
terdapat bakteri yang mampu menyerap energi dari sulfida yang keluar dari
cerobong. Koloni bakteri ini adalah sumber energi utama setiap makhluk hidup
disini. Bakteri dan mikroba lainnya adalah inti dari rantai makanan yang
diperlukan oleh lebih dari 500 spesies. Bagian teratas dari rantai makanan ada
ikan yang tidak pernah bergerak jauh dari lubang itu.
Selain dengan sulfida ada
yang menggunakan sumber energi lain yaitu dengan menggunakan gas Metan (CH4).
Dan sekali lagi hewan yang ada didasar laut tersebut mengandung bakteri khusus
yang mampu mengolah energi dari gas metan ini. Hewan laut yang hidup di
ekosistem ini adalah udang, lobster, cacing polychaete merah, dan kerang.
Jika dibandingkan antara ekosistem laut dalam yang dijelaskan di Film Blue Planet dengan ekosistem laut dalam yang ada di perairan laut Sulawesi Utara, maka kurang lebih dua ekosistem tersebut memiliki banyak persamaan. Persamaan diantaranya adalah adanya Gunung Api bawah laut, kemudian beberapa jenis hewan lautnya. Seperti cacing yang berwarna merah dan kerang laut yang hidupnya tergantung dengan kandungan Hidrogen Sulfida (H2S) ataupun gas Metan (CH4), seperti yang tampak pada gambar diatas yang membandingkan ekosistem laut dalam yang ada di Film Blue Planet (gambar atas) dengan ekosistem laut dalam yang ada di perairan laut Sulawesi Utara (gambar bawah), tepatnya di Laut Sangihe Talaud yang merupakan wilayah atau zona Segitiga Terumbu Karang.
Segitiga Terumbu Karang adalah ekosistem laut yang paling beragam dan dari segi biologi paling rumit di planet ini. Ini mencakup sebagian wilayahIndonesia, Malaysia, Filipina, Papua Nugini, Kepulauan Solomon, dan Timor Leste. Dengan luas 5,7 juta km2, hampir setara dengan luasnya 48 negara bagian AS tanpa Alaska dan Hawaii. Hal ini setanding dengan kekayaan dan keragaman dan kelebatan hutan di Amazon. Segitiga Terumbu Karang juga dihuni oleh lebih dari 600 spesies karang pembentuk-terumbu (75% sudah dikenal ilmu pengetahuan), 3000 spesies ikan terumbu karang (40% spesies terumbu karang yang ada di dunia), 6 dari 7 spesies penyu laut di dunia, dan tiga perempat Moluska atau hewan laut bertulang lunak seperti tripang, tiram, ubur-ubur, cumi-cumi dan lain.
Lokasi ekosistem laut dalam
(deep sea) di Laut Sangihe Talaud, Sulawesi Utara dan letak
segitiga terumbu karang di
Indonesia
2.9 Bentos
Salah satu kelompok organisme
penyusun ekosistem laut adalah bentos. Bentos istilah berasal dari Yunani untuk
“kedalaman laut”. Bentos adalah organisme yang hidup di dasar laut dengan
melekatkan diri pada substrat atau membenamkan diri di dalam sedimen. Mereka
tinggal di atau dekat sedimen laut lingkungan, dari kolam pasang surut di
sepanjang tepi pantai, ke benua rak, dan kemudian turun ke kedalaman abyssal.
Daerah terkaya akan jumlah dan macam organisme pada sistem muara-laut ialah
daerah bentik, yang terbentang dari pasang naik sampai suatu kedalaman di
tempat tanaman sudah jarang tumbuh.
Tubuh bentos banyak mengandung
mineral kapur. Batu-batu karang yang biasa kita lihat di pantai merupakan
sisa-sisa rumah atau kerangka bentos. Jika timbunannya sangat banyak
rumah-rumah binatang karang ini akan membentuk Gosong Karang, yaitu dataran di
pantai yang terdiri dari batu karang. Selain Gosong Karang ada juga Atol, yaitu
pulau karang yang berbentuk cincin atau bulan sabit. Batu-batu karang yang
dihasilkan oleh bentos dapat dimanfaatkan untuk keperluan penelitian, rekreasi,
sebagai bahan bangunan dan lain-lain. Sedangkan zat kimia yang terkandung dalam
tubuh bentos bisa dimanfaatkan sebagai bahan untuk pembuatan obat dan
kosmetika.Benthic organisme, seperti bintang laut, kerang, kerang, teripang,
bintang rapuh dan anemon laut, memainkan peran penting sebagai sumber makanan
bagi ikan dan manusia.
Klasifikasi benthos menurut
ukurannya : Makrobenthos merupakan benthos yang memiliki ukuran lebih besar
dari 1 mm (0.04 inch), contohnya cacing, pelecypod, anthozoa, echinodermata,
sponge, ascidian, and crustacea. Meiobenthos merupakan benthos yang memiliki
ukuran antara 0.1 – 1 mm, contohnya polychaete, pelecypoda, copepoda,
ostracoda, cumaceans, nematoda, turbellaria, dan foraminifera. Mikrobenthos
merupakan benthos yang memiliki ukuran lebih kecil dari 0.1 mm, contohnya
bacteri, diatom, ciliata, amoeba, dan flagellata.
Berdasarkan morfologi dan cara
makannya, benthos dapat dikelompokkan menjadi empat, yaitu (1) benthos pemakan
deposit yang selektif (selective deposit feeders) dengan bentuk
morfologi mulut yang sempit; (2) benthos pemakan deposit yang tidak selektif (non-selective
deposit feeders) dengan bentuk morfologi mulut yang lebar; (3) benthos
pemakan alga (herbivorous feeders); dan (4) benthos omnivora/predator
(Heip et al. 1985; Gwyther & Fairweather 2002).
Sumber makanan utama bagi
bentos adalah plankton dan organik air hujan dari daratan (sungai). Aktivitas
manusia di Daerah Aliran Sungai sangat erat kaitannya dengan pemanfaatan air
sungai di daerah pemukiman, industri, dan irigasi pertanian. Bahan pencemar yang
berasal baik dari aktifitas perkotaan (domestik), industri, pertanian dan
sebagainya yang terbawa bersama aliran permukaan (run off), langsung
ataupun tidak langsung akan menyebabkan terjadinya gangguan dan perubahan
kualitas fisik, kimia dan biologi pada perairan sungai tersebut yang pada
akhirnya menimbulkan pencemaran. Dimana pencemaran pada badan air selalu
berarti turunnya kualitas dan air sampai ke tingkat tertentu akan menyebabkan
air dan tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya. Wilayah
perairan merupakan media yang rentan terhadap pencemaran.
Gaufin dalam Wilhm
(1975) mengelompokkan spesies makrozoobentos berdasarkan kepekaannya terhadap
pencemaran karena bahan organik, yaitu kelompok intoleran, fakultatif dan
toleran. Organisme intoleran yaitu organisme yang dapat tumbuh dan
berkembang dalam kisaran kondisi lingkungan yang sempit dan jarang dijumpai di
perairan yang kaya organik. Organisme ini tidak dapat beradaptasi bila
kondisi perairan mengalami penurunan kualitas. Organisme fakultatif yaitu
organisme yang dapat bertahan hidup pada kisaran kondisi ling-kungan yang lebih
besar bila dibandingkan dengan organisme intoleran. Walaupun organisme
ini dapat bertahan hidup di perairan yang banyak bahan organik, namun tidak dapat
mentolerir tekanan lingkungan. Organisme toleran yaitu organisme yang
dapat tumbuh dan berkembang dalam kisaran kondisi lingkungan yang luas, yaitu
organisme yang sering dijumpai di perairan yang berkualitas jelek. Pada
umumnya organisme tersebut tidak peka terhadap berbagai tekanan lingkungan dan
kelimpahannya dapat bertambah di perairan yang tercemar oleh bahan
organik. Jumlah organisme intoleran, fakultatif dan toleran dapat
menunjukkan derajat pencemaran.
2.9.1 Bentos
Beting Benua
Daerah ini merupakan daerah
dasar danau tempat terdapatnya bentos dan sisa-sisa organisme mati. Daerah ini merupakan daerah dasar danau tempat
terdapatnya bentos dan sisa-sia organisme mati.
Gbr. Empat Daerah Utama Pada Danau Air
Tawar
Danau juga dapat
dikelompokkan berdasarkan produksi materi organiknya, yaitu sebagai berikut:
a. Danau Oligotropik Oligotropik merupakan sebutan
untuk danau yang dalam dan kekurangan makanan, karena fitoplankton di daerah
limnetik tidakproduktif. Ciricirinya, airnya jernih sekali, dihuni oleh sedikit
organisme, dan di dasar air banyak terdapat oksigen sepanjang tahun.
b. Danau EutropikEutropik merupakan sebutan untuk danau yang
dangkal dan kaya akan
kandungan makanan, karena fitoplankton sangat produktif.
Ciri-cirinya adalah airnya keruh, terdapat bermacam-macam organisme, dan
oksigen terdapat di daerah profundal.
Danau
oligotrofik dapat berkembang menjadi danau eutrofik akibat adanya materi-materi
organik yang masuk dan endapan. Perubahan ini juga dapat dipercepat oleh
aktivitas manusia, misalnya dari sisa-sisa pupuk buatan pertanian dan timbunan
sampah kota yang memperkaya danau dengan buangan sejumlah nitrogen dan fosfor.
Akibatnya terjadi peledakan populasi ganggang atau blooming, sehingga
terjadi produksi detritus yang berlebihan yang akhirnya menghabiskan suplai
oksigen di danau tersebut. Pengkayaan danau seperti ini disebut "eutrofikasi".
Eutrofikasi membuat air tidak dapat digunakan lagi dan mengurangi nilai
keindahan danau.
2.9.2 Bentos Laut
Dalam
Bentos merupakan sebuah organisme yang tinggal
di dalam, atau di dasar laut, dikenal sebagai zona bentik. Mereka
tinggal di dekat laut atau endapan lingkungan, dari pasang surut di sepanjang tepi kolam, dan kemudian ke bawah abisal pada
kedalaman.Karena cahaya tidak menembus ke dalam laut, sumber energi yang
mendalam untuk ekosistem bentik memiliki organik yang lebih tinggi dari pada
air bawah kolom yang masuk ke kedalaman.
BAB III
KESIMPULAN
Ekosistem akuatik terbagi
menjadi air tawar dan asin. Pada ekosistem air tawar dibagimenjadi habitat
lentik dan lotik. Pada habitat lentik, terbagi menjadi zona littoral, limnetik,
danprofundal. Di dalam ekosistem tersebut, terdapat berbagai jenis fitopankton
dan zooplankton yang berturut-turut berfungsi sebagai produsen (trofik 1)
dan herbivore (trofik 2). Terdapat pula nekton yangberfungsi sebagai karnivora
(trofik 3). Keberadaan komponen-komponen ini dipengaruhi oleh faktor-faktor
angin, unsur hara, kedalaman perairan, aktivitas pemangsaan, dan suhu
Daftar Pustaka
Nybakken, J.W. 1988. Biologi Laut: suatu pendekatan
ekologis. Alih bahasa H. Muh. Eidman dkk. Penerbit Gramedia. Jakarta.
Wikipedia, Estuary. http://en.wikipedia.org/wiki/estuary.htm
Diakses tgl. 12/06/2007.
http://pkukmweb.ukm.my/~ahmad/kuliah/ekoair/ekoair.pdf
http://bebas.ui.ac.id/v12/sponsor/Sponsor-Pendamping/Praweda/Biologi/0034%20Bio%201-7e.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar