Selasa, 21 Februari 2017

EKOSISTEM AQUATIK

BAB I
PENDAHULUAN
 1.1  Latar Belakang
Ekosistem akuatik adalah ekosistem yang lingkungan hidup eksternalnya dikuasai dan di ungguli oleh air tawar, yang merupakan habitat dari berbagai makhluk hidup. Berbicara tentang ekosistem akuatik tidak bisa lepas dari meninjau masalah kelestarian air itu  sebagai komponen lingkumgan hidup yang utama. Air yang terdapat dalam system akuatik ini merupakan air permukaan (ada juga air tanah bagi sumber air untuk manusia) yang bisa digunakan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhannya akan :
-Air minum
-Mandi, cuci, kakus (MCK) yang biasa disebut juga sebagai kebutuhan domestic.
- Pertanian
-Perikanan
-Pembangkit tenaga listrik
- Navigasi dan rekreasi
Khusus untuk air permukaan ini kecenderungan di Indonesia memberikan indikasi yang makin memburuk di tinjau dari segi kuantitas dan kualitas airnya. Ini erat hubungannya dengan perusakan dan pereduksian ekosistem hutan di kawasan hulu sungai. Secara praktis kuantitas air sungai ditentukan oleh naik turunnya debit air di musim hujan dan musim kemarau sepanjang tahun. Sedangkan kuantitasnya ditentukan oleh kadar pelumpuran dan tingkat pencemarannya.Karena itu, upaya pelestarian sumber daya air harus merupakan prioritas kalau kita tidak menginginkan sumber komoditi yang sukar diperoleh dimasa datang.
  
1.2  Rumusan Masalah
1.  Apa pengertian hutan pantai?
2.  Apa pengertian rawa?
3.  Apa pengertian Mangrove?
4.  Apa pengertian Ekosistem Air Tawar dan sebutkan macamnya?
5.  Apa pengertian Ekosistem Air Laut dan sebutkan macamnya?
6. Apa pengertian  Eustuaria Laut dan sebutkan macamnya?
7.  Apa pengertian  terumbu Karang dan sebutkan macamnya?
8. Apa pengertian  ekosistem dan sebutkan macamnya?
9  Apa pengertian  Bentos dan sebutkan macamnya?

1.3  Tujuan
1.  Mengetahui  pengertian hutan pantai
2        Mengetahui  pengertian rawa
3        Mengetahui  pengertian mangrove
4        Mengetahui  pengertian ekosistem air tawar serta  macamnya
5        Mengetahui  pengertian ekosistem air laut serta  macamnya
6        Mengetahui  pengertian  eustuaria laut serta  macamnya
7        Mengetahui  pengertian  terumbu karang serta  macamnya
8        Mengetahui  pengertian  ekosistem serta  macamnya
9        Mengetahui  pengertian  bentos  serta  macamnya

  
BAB  II  PEMBAHASAN

2.1     Hutan Pantai

Hutan pantai adalah hutan yang menyebar di sepanjang pantai yang tidak tergenang oleh pasang surut air laut dengan luas + 3,3 juta hektar. Ciri umum ekosistem ini antara lain adalah :
1)      Tidak terpengaruh iklim;
2)      Tanah kering (tanah pasir, berbatu karang, lempung);
3)      Tanah rendah pantai;
4)      Pohon kadang-kadang ditumbuhi epyphit; dan
5)      dapat dijumpai terutama di pantai selatan P. Jawa, pantai barat daya Sumatera dan pantai Sulawesi.
Berdasarkan susunan vegetasinya, ekosistem hutan pantai dapat dibedakan menjadi 2, yaitu formasi Pres-Caprae dan formasi Baringtonia.
1)      Formasi Pres-Caprae; Pada formasi ini, tumbuhan yang dominan adalah Ipomeea pres-caprae, tumbuhan lainnya adalah Vigna, Spinifex littoreus (rumput angin), Canavalia maritime, Euphorbia atoto, Pandanus tectorius (pandan), Crinum asiaticum (bakung), Scaevola frutescens (babakoan).
2)      Formasi Baringtonia; Vegetasi dominan adalah pohon Baringtonia (butun), tumbuhan lainnya adalah Callophylum inophylum (nyamplung), Erythrina, Hernandia, Hibiscus tiliaceus (waru laut), Terminalia catapa (ketapang).
2.2   Rawa
Rawa adalah lahan genangan air secara ilmiah yang terjadi terus-menerus atau musiman akibat drainase yang terhambat serta mempunyai ciri-ciri khusus secara fisika, kimiawi dan biologis.
Definisi yang lain dari rawa adalah semua macam tanah berlumpur yang terbuat secara alami, atau buatan manusia dengan mencampurkan air tawar dan air laut, secara permanen atau sementara, termasuk daerah laut yang dalam airnya kurang dari 6 m pada saat air surut yakni rawa dan tanah pasang surut. Rawa-rawa , yang memiliki penuh nutrisi, adalah gudang harta ekologis untuk kehidupan berbagai macam makhluk hidup. Rawa-rawa juga disebut "pembersih alamiah", karena rawa-rawa itu berfungsi untuk mencegah polusi atau pencemaran lingkungan alam. Dengan alasan itu, rawa-rawa memiliki nilai tinggi dalam segi ekonomi, budaya, lingkungan hidup dan lain-lain, sehingga lingkungan rawa harus tetap dijaga kelestariannya.
Rawa Pening ("pening" berasal dari "bening") adalah danau sekaligus tempat wisata air di Kabupaten Semarang, Jawa Tengah. Dengan luas 2.670 hektareia menempati wilayah kecamatan Ambarawa, Bawen, Tuntang, dan Banyubiru. Rawa Pening terletak di cekungan terendah lereng Gunung Merbabu, Gunung Telomoyo, dan Gunung Ungaran.
Danau ini mengalami pendangkalan yang pesat. Pernah menjadi tempat mencari ikan, kini hampir seluruh permukaan rawa ini tertutup eceng gondok. Gulma ini juga sudah menutupi Sungai Tuntang, terutama di bagian hulu. Usaha mengatasi spesies invasif ini dilakukan dengan melakukan pembersihan serta pelatihan pemanfaatan eceng gondok dalam kerajinan, namun tekanan populasi tumbuhan ini sangat tinggi.
Menurut legenda, Rawa Pening terbentuk dari muntahan air yang mengalir dari bekas cabutan lidi yang dilakukan oleh Baru Klinthing. Cerita Baru Klinthing yang berubah menjadi anak kecil yang penuh luka dan berbau amis sehingga tidak diterima masyarakat dan akhirnya ditolong janda tua ini sudah berlalu. Rawa ini digemari sebagai obyek wisata pemancingan dan sarana olahraga air. Namun akhir-akhir ini, perahu nelayan bergerak pun sulit.

2.3   Mangrove
Di sebut juga hutan pantai. Hutan pasang surut air laut, Hutan payau, atau Hutan bakau.Merupakan tipe hutan tropika yang khas tumbuh di sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut.Hutan ini terdapat di di Pulau sumatra ,kalimantan ,jawa dan irian jaya.Hutan ini dapat hidup dengan subur klau wilayah pesisir tersebut memenuhi syarat-syarat berikut:
a. Terlindung dari gemuran ombak dan arus pasang surut air lautyang kuat
            b.   Daerahnya datar
c.   Memilki muara sungai yang besar
d.   Kadar garam air laut antara 10-30 per mil

Hutan mangrove merupakan ekosistem yang sangat penting di wilayah pesisir sebab memiliki fungsi ekologis dan fungsi ekonomis ,sebagai berikut contoh ekologi;
a.Penahan abrasi
b. Penyerap limbah
c.Pencegah intrusi laut

Contoh ekonomis ;
a. Bahan bakar, bahan kertas, bahan bangunan
b. Perabot rumah tangga
c.Bahan penyamak kulit dan pupuk hijau

 2.4    Ekosistem Air Tawar
Ekosistem air tawar memiliki ciri ciri antara lain variasi suhu tidak menyolok, penetrasi cahaya kurang dan terpengaruh oleh iklim dan cuaca. Hampir semua golongan tumbuhan terdapat pada ekosistem air tawar, tumbuhan tingkat tinggi (Dikotil dan Monokotil), tumbuhan tingkat rendah (jamur, ganggang biru, ganggang hijau) dan Hampir semua filum dari dunia hewan terdapat pada ekosistem air tawar, misalnya protozoa, spans, cacing, molluska, serangga, ikan, amfibi, reptilia, burung, mammalia. Ada yang selalu hidup di air, ada pula yang ke air bila mencari makanan saja. Hewan yang selalu hidup di air mempunyai cara beradaptasi dengan lingkungan yang berkadar garam rendah. Pada ikan dimana kadar garam protoplasmanya lebih tinggi daripada air, mempunyai cara beradaptasi sebagai berikut:
- Sedikit minum, sebab air masuk ke dalam tubah secara terus-menerus melalui proses osmosis.
- Garam dari dalam air diabsorbsi melalui insang secara aktif
-Air diekskresikan melalui ginjal secara berlebihan, juga diekskresikan melalui insang dan  
  saluran pencernaan.

2.4.1  Lentik
Ekosistem air tawar lentik : airnya tidak berarus, ini berarti airnya tidak mengalir. Contohnya : Danau, rawa air tawar, kolam, rawa gambut, pasir terapung dibedakan menjadi 3 zona,
a)      Zona litoral/daerah tepi
b)      Zona limnetik/terbuka atau dapat ditembus oleh mataharii
c)      Zona propundal/peraran dalam tidak dapat menembus.
  
.  

         







Gambar. 2 Hutan Rawa Gambut              Gambar. 3 Danau Toba

2.4.2 Lotik
Ekosistem air tawar Lotik : airnya berarus, berarti airnya senantiasa mengalir. Contoh dari ekosistem air tawar lotik sering kita jumpai di sekitar kita. Misalnya : Sungai, dan selokan.

2.5  Ekosistem Air Laut
2.5.1  Pantai karang
2.5.2  Pantai Berpasir
KARAKTERISTIK
·         Kebanyakan terdiri dari kwarsa dan feldspar, bagian yang paling banyak dan paling keras sisa-sisa pelapukan batu di gunung.
·         Dibatasi hanya di daerah dimana gerakan air yang kuat mengangkut partikel-partikel yang halus dan ringan.
·         Total bahan organik dan organisme hidup di pantai yang berpasir jauh lebih sedikit dibandingkan dengan jenis pantai lainnya.
·         Pantai berpasir didominasi oleh 3 kelas invertebrate : - Cacing polikaeta
 - Moluska bivalvia
  -  Rustasea
FUNGSI
·         Tempat beberapa biota meletakkan telurnya
·         Tidak dapat menahan air dengan baik karena sedimennya yang kasar akibatnya lapisan permukannya menjadi kering sampai sedalam beberapa cm di bagian atas pantai yang terbuka terhadap matahari pada saat pasang surut.
2.5.3 Pantai Berlumpur
2.6    Eustuaria
Estuaria adalah perairan muara sungai semi tertutup yang berhubungan bebas dengan laut, sehingga air laut dengan salinitas tinggi dapat bercampur dengan air tawar. Estuaria dapat terjadi pada lembah-lembah sungai yang tergenang air laut, baik karena permukaan laut yang naik (misalnya pada zaman es mencair) atau pun karena turunnya sebagian daratan oleh sebab-sebab tektonis. Estuaria juga dapat terbentuk pada muara-muara sungai yang sebagian terlindungi oleh beting pasir atau lumpur.
Kombinasi pengaruh air laut dan air tawar akan menghasilkan suatu komunitas yang khas, dengan lingkungan yang bervariasi, antara lain:
(1) Tempat bertemunya arus air tawar dengan arus pasang-surut, yang berlawanan menyebabkan suatu pengaruh yang kuat pada sedimentasi, pencampuran air, dan ciri-ciri fisika lainnya, serta membawa pengaruh besar pada biotanya;
(2) Pencampuran kedua macam air tersebut menghasilkan suatu sifat fisika lingkungan khusus yang tidak sama dengan sifat air sungai maupun sifat air laut;
(3) Perubahan yang terjadi akibat adanya pasang-surut mengharuskan komunitas mengadakan penyesuaian secara fisiologis dengan lingkungan sekelilingnya; dan
(4) Tingkat kadar garam di daerah estuaria tergantung pada pasang-surut air laut, banyaknya aliran air tawar dan arus-arus lainnya, serta topografi daerah estuaria tersebut.
Sifat-sifat Ekologis
Sebagai tempat pertemuan air laut dan air tawar, salinitas di estuaria sangat bervariasi. Baik menurut lokasinya di estuaria, ataupun menurut waktu. Secara umum salinitas yang tertinggi berada pada bagian luar, yakni pada batas wilayah estuaria dengan laut, sementara yang terendah berada pada tempat-tempat di mana air tawar masuk ke estuaria. Pada garis vertikal, umumnya salinitas di lapisan atas kolom air lebih rendah daripada salinitas air di lapisan bawahnya. Ini disebabkan karena air tawar cenderung ‘terapung’ di atas air laut yang lebih berat oleh kandungan garam. Kondisi ini disebut ‘estuaria positif’ atau ‘estuaria baji garam’ (salt wedge estuary) (Nybakken, 1988). Akan tetapi ada pula estuaria yang memiliki kondisi berkebalikan, dan karenanya dinamai ‘estuaria negatif’. Misalnya pada estuaria-estuaria yang aliran air tawarnya sangat rendah, seperti di daerah gurun pada musim kemarau. Laju penguapan air di permukaan, yang lebih tinggi daripada laju masuknya air tawar ke estuaria, menjadikan air permukaan dekat mulut sungai lebih tinggi kadar garamnya. Air yang hipersalin itu kemudian tenggelam dan mengalir ke arah laut di bawah permukaan. Dengan demikian gradien salinitas airnya berbentuk kebalikan daripada ‘estuaria positif’.
Dalam pada itu, dinamika pasang surut air laut sangat mempengaruhi perubahan-perubahan salinitas dan pola persebarannya di estuaria. Pola ini juga ditentukan oleh geomorfologi dasar estuaria. Sementara perubahan-perubahan salinitas di kolom air dapat berlangsung cepat dan dinamis, salinitas substrat di dasar estuaria berubah dengan sangat lambat. Substrat estuaria umumnya berupa lumpur atau pasir berlumpur, yang berasal dari sedimen yang terbawa aliran air, baik dari darat maupun dari laut. Sebabnya adalah karena pertukaran partikel garam dan air yang terjebak di antara partikel-partikel sedimen, dengan yang berada pada kolom air di atasnya berlangsung dengan lamban.
Biota Estuaria
Sebagai wilayah peralihan atau percampuran, estuaria memiliki tiga komponen biota, yakni fauna yang berasal dari lautan, fauna perairan tawar, dan fauna khas estuaria atau air payau. Fauna lautan yang tidak mampu mentolerir perubahan-perubahan salinitas yang ekstrem biasanya hanya dijumpai terbatas di sekitar perbatasan dengan laut terbuka, di mana salinitas airnya masih berkisar di atas 30‰. Sebagian fauna lautan yang toleran (eurihalin) mampu masuk lebih jauh ke dalam estuaria, di mana salinitas mungkin turun hingga 15‰ atau kurang. Sebaliknya fauna perairan tawar umumnya tidak mampu mentolerir salinitas di atas 5‰, sehingga penyebarannya terbatas berada di bagian hulu dari estuaria.
Fauna khas estuaria adalah hewan-hewan yang dapat mentolerir kadar garam antara 5-30‰, namun tidak ditemukan pada wilayah-wilayah yang sepenuhnya berair tawar atau berair laut. Di antaranya terdapat beberapa jenis tiram dan kerang (Ostrea, Scrobicularia), siput kecil Hydrobia, udang Palaemonetes, dan cacing polikaeta Nereis.Di samping itu terdapat pula fauna-fauna yang tergolong peralihan, yang berada di estuaria untuk sementara waktu saja. Beberapa jenis udang Penaeus, misalnya, menghabiskan masa juvenilnya di sekitar estuaria, untuk kemudian pergi ke laut ketika dewasa. Jenis-jenis sidat (Anguilla) dan ikan salem (Salmo, Onchorhynchus) tinggal sementara waktu di estuaria dalam perjalanannya dari hulu sungai ke laut, atau sebaliknya, untuk memijah. Dan banyak jenis hewan lain, dari golongan ikan, reptil, burung dan lain-lain, yang datang ke estuaria untuk mencari makanan (Nybakken, 1988).
Akan tetapi sesungguhnya, dari segi jumlah spesies, fauna khas estuaria adalah sangat sedikit apabila dibandingkan dengan keragaman fauna pada ekosistem-ekosistem lain yang berdekatan. Umpamanya dengan fauna khas sungai, hutan bakau atau padang lamun, yang mungkin berdampingan letaknya dengan estuaria. Para ahli menduga bahwa fluktuasi kondisi lingkungan, terutama salinitas, dan sedikitnya keragaman topografi yang hanya menyediakan sedikit relung (niche), yang bertanggung jawab terhadap terbatasnya fauna khas setempat.
Peranan Ekosistem Estuaria
Produktifitas estuaria, pada kenyataannya bertumpu atas bahan-bahan organik yang terbawa masuk estuaria melalui aliran sungai atau arus pasang surut air laut. Produktifitas primernya sendiri, karena sifat-sifat dinamika estuaria sebagaimana telah diterangkan di atas dan karena kekeruhan airnya yang berlumpur, hanya dihasilkan secara terbatas oleh sedikit jenis alga, rumput laut, diatom bentik dan fitoplankton.
Meski demikian, bahan-bahan organik dalam rupa detritus yang terendapkan di estuaria membentuk substrat yang penting bagi tumbuhnya alga dan bakteri, yang kemudian menjadi sumber makanan bagi tingkat-tingkat trofik di atasnya. Banyaknya bahan-bahan organik ini dibandingkan oleh Odum dan de la Cruz (1967, dalam Nybakken 1988) yang mendapatkan bahwa air drainase estuaria mengandung sampai 110 mg berat kering bahan organik per liter, sementara perairan laut terbuka hanya mengandung bahan yang sama 1-3 mg per liter.
Oleh sebab itu, organisme terbanyak di estuaria adalah para pemakan detritus, yang sesungguhnya bukan menguraikan bahan organik menjadi unsur hara, melainkan kebanyakan mencerna bakteri dan jasad renik lain yang tercampur bersama detritus itu. Pada gilirannya, para pemakan detritus berupa cacing, siput dan aneka kerang akan dimakan oleh udang dan ikan, yang selanjutnya akan menjadi mangsa tingkat trofik di atasnya seperti ikan-ikan pemangsa dan burung.
Melihat banyaknya jenis hewan yang sifatnya hidup sementara di estuaria, bisa disimpulkan bahwa rantai makanan dan rantai energi di estuaria cenderung bersifat terbuka. Dengan pangkal pemasukan dari serpih-serpih bahan organik yang terutama berasal dari daratan (sungai, rawa asin, hutan bakau), dan banyak yang berakhir pada ikan-ikan atau burung yang kemudian membawa pergi energi keluar dari sistem.
2.7 Terumbu Karang
Terumbu karang merupakan salah satu ekosistem pantai yang cukup banyak diminati di dunia ini tidak hanya karena keindahannya (yang membuat harganya tinggi sehingga banyak yang diambil secara paksa dari laut) tapi juga karena keunikkannya. Di Indonesia ini nilai total terumbu karang dapat dibilang tak ternilai karena wilayahnya yang luas (60.000 km2).
Dalam prakteknya, terumbu karang dapat kita bedakan menjadi 2 menurut manfaatnya, yaitu manfaat langsung (dipanen, tempat bertelur ikan, dsb.) dan manfaat tidak langsung (menahan abrasi pantai). Berdasarkan bentuk dan hubungan perbatasan tumbuhnya terumbu karang dengan daratan (land masses) terdapat tiga klasifikasi terumbu karang atau yang sampai sekarang masih secara luas dipergunakan, yaitu : Terumbu Reef (Endapan masif batu kapur (limestone), terutama kalsium karbonat (CaCO3), yang utamanya dihasilkan oleh hewan karang dan biota-biota lain yang mensekresi kapur, seperti alga berkapur dan moluska. Konstruksi batu kapur biogenis yang menjadi struktur dasar suatu ekosistem pesisir. Dalam dunia navigasi laut, terumbu adalah punggungan laut yang terbentuk oleh batu karang atau pasir di dekat permukaan air.) Karang Coral (Disebut juga karang batu (stony coral), yaitu hewan dari Ordo Scleractinia, yang mampu mensekresi CaCO3. Hewan karang tunggal umumnya disebut polip.)
Karang Terumbu (Pembangun utama struktur terumbu, biasanya disebut juga sebagai karang hermatipik (hermatypic coral) atau karang lunak, berbeda dengan batu karang (rock), yang merupakan benda mati.) Terumbu karang juga dapat kita bedakan menjadi 4 jenis, yaitu
(1)Terumbu Karang Tepi (fringing reefs) (2 )Terumbu Karang Penghalang (barrier reefs) (3) Terumbu Karang Cincin (Atolls) (4) Terumbu Karang Datar/Gosong Terumbu (patch reefs). Untuk daerah persebarannya, terumbu karang di Indonesia dapat kita temukan dari kawasan barat indonesia hingga kawasan timur sana.

2.8 Ekosistem
            Ekosistem adalah suatu sistem ekologi yang terbentuk oleh hubungan timbal balik tak terpisahkan antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Ekosistem bisa dikatakan juga suatu tatanan kesatuan secara utuh dan menyeluruh antara segenap unsur lingkungan hidup yang saling memengaruhi. Ekosistem merupakan penggabungan dari setiap unit biosistem yang melibatkan interaksi timbal balik antara organisme dan lingkungan fisik sehingga aliran energi menuju kepada suatu struktur biotik tertentu dan terjadi suatu siklus materi antara organisme dan anorganisme. Matahari sebagai sumber dari semua energi yang ada.
            Dalam ekosistem, organisme dalam komunitas berkembang bersama-sama dengan lingkungan fisik sebagai suatu sistem. Organisme akan beradaptasi dengan lingkungan fisik, sebaliknya organisme juga memengaruhi lingkungan fisik untuk keperluan hidup. Pengertian ini didasarkan pada Hipotesis Gaia, yaitu: "organisme, khususnya mikroorganisme, bersama-sama dengan lingkungan fisik menghasilkan suatu sistem kontrol yang menjaga keadaan di bumi cocok untuk kehidupan. Hal ini mengarah pada kenyataan bahwa kandungan kimia atmosfer dan bumi sangat terkendali dan sangat berbeda dengan planet lain dalam tata surya.

2.8.1 Ekosistem Laut Pelapis
2.8.2 Ekosistem Laut Dalam
Laut dalam merupakan daerah yang tidak pernah diungkapkan dan dijelajahi. Orang banyak mengeksplorasi ke luar angkasa dari pada ke bawah laut. Itulah sebabnya banyak yang tidak mengetahui keajaiban-keajaiban yang ada dilaut. Kedalaman 300 meter yang ada pada laut merupakan daerah yang tidak dapat tertembus oleh sinar matahari, sehingga suasana pada kedalaman tersebut adalah gelap, kemudian pada kedalaman tersebut tekananb ertambah dan suhu airpun menurun. Zona yang demikian disebut “Twilight Zone”. Pada zona ini semua hewan laut terlihat transparan atau tembus pandang, hal tersebut merupakan sebuah mekanisme bertahan hidup makhluk-makhluk laut agar tidak dengan mudah dimangsa. Oleh sebab itulah pada “Twilight Zone” sebisa mungkin hewan-hewan laut untuk tidak terlihat, terutama oleh pemangsa. Contoh dari hewan-hewan laut yang mampu hidup pada zona ini adalah Phronima, Cumi-cumi, Amoeba, Comb Jelly, Cope pod, dan ikan Hatchet.
            
Dalam ekosistem dasar laut sebisa mungkin mereka dapat memperoleh sumber energi atau makanan agar dapat bertahan hidup, oleh karena itu beberapa ikan yang hidup di ekosistem ini dilengkapi keahlian khusus agar dapat memperbesar kemungkinan mendapatkan mangsa, seperti Ikan Fang Tooth yang memiliki tingkat agresifitas yang tinggi sehingga ketika ada mangsa yang lewat didepannya ia langsung dapat dengan cepat memakannya, karena memang tidak banyak hewan laut yang mampu hidup dalam ekosistem ini. Kemudian contoh lainnya adalah Ikan Hairyangler yang tubuhnya dipenuhi dengan atena sensitif, antena tersebut sangat sensitif sekali terhadap setiap gerakan, fungsinya untuk mendeteksi mangsa yang ada didekatnya.
Di laut dalam sering terlihat cahaya yang berkedip-kedip, cahaya tersebut adalah Bioluminescence. 

Bioluminescence adalah cahaya yang dapat dihasilkan oleh beberapa hewan laut, cahaya tersebut berasal dari bakteri yang hidup secara permanen didalam sebuah perangkap. Bioluminescence digunakan oleh hewan laut dalam sebagai alat perangkap atau alat untuk menarik mangsa, kurang lebih bioluminescence berfungsi sebagai umpan. Pada umumnya bioluminescence dimiliki oleh setiap hewan laut dalam, baik betina maupun jantan. Namun beberapa diantaranya ada yang hanya dimiliki oleh hewan laut betina. Cahaya bioluminescence yang dihasilkan biasa berwarna biru atau kehijauan, putih, dan merah. Walau sebagian besar bioluminescence digunakan untuk mekanisme bertahan hidup, namun beberapa diantara hewan laut dalam tersebut menggunakan bioluminescence untuk menarik lawan jenisnya.
Walau nyaris tidak tergantung dengan sinar matahari, namun siklus harian matahari sangat mempengaruhi keadaan laut dalam, seribu juta ton makhluk hidup naik ke air dangkal setiap malam, kemudian setiap fajar mereka kembali ke laut dalam yang lebih aman dari predator. Kehidupan makhluk laut yang memerlukan fotosentesis untuk dapat mendapatkan energi pada umumnya berada pada kedalaman diatas 100 m, sebab pada kedalaman lebih dari 100 m tidak ada lagi proses fotosintesis karena sinar matahari tak mampu menembus sampai kedalaman ini. Pada kedalaman ribuan meter di laut suhu air turun hingga dibawah 4 centigrade dan tekanan dapat mencapai 100 kali lipat dari permukaan. Walau dengan keadaan yang sangat ekstrim tersebut, di laut dalam tetap ada kehidupan, hewan laut yang mampu hidup pada kedalaman tersebut adalah Echinoderms, Sea Cucumbers, Brittle stars, dan Sea urchins.
Batuan di dalam laut berfungsi sebagai jangkar bagi hewan yang mengguntung hidup pada makanan yang lewat. Misalnya, Crinoids atau lebih dikenal dengan nama Bunga Lili Laut sebab hewan ini kelihatan seperti tumbuhan yang lengkap dengan daun dan tangkai, namun sebenarnya Crinoids merupakan jenis hewan.
Ditemukan koral dikedalaman 2000 m di perairan dingin di teluk Norwegia, tingginya 30 m dan panjangnya 200 m. Untuk bertahan hidup koral tersebut harus mampu menangkap makanan dengan efisien sebab matahari tidak dapat masuk pada kedalaman 2000 m sehingga koral tersebut tidak dapat memperoleh energi dari sinar matahari. Bukan hanya koral yang mampu hidup dikedalaman ini, hewan laut seperti hiu pun mampu hidup bahkan sampai kedalaman 2500 m. Makanan mereka pada kedalaman ini adalah berupa fosil atau bangkai hewan laut, seperti Hiu.

·         .Zona Afotik
Tepat ditengah lautan dalam terbaring suatu struktur geologi terbesar planet kita yaitu pegunungan ditengah laut. Dengan ketinggian 2 mil diatas dasar laut, membentang sejauh lebih 28 ribu mil.

Terdapat cerobong yang mengeluarkan air panas yang dapat melelehkan, artinya ada aktivitas vulkanisme di kedalaman ini. Jika dipermukaan 100o Centigrade, maka dibawah laut air akan tetap cair pada suhu 400o centigrade. Pada keadaan ini air dipenuhi dengan kandungan Hidrogen Sulfida (H2S) yang beracun. Walau keadaan yang demikian terdapat penghuni dicerobong tersebut yaitu Puly Chaek yang terdapat pada suhu 80o centigrade. Tidak ada hewan yang lain yang bisa hidup pada suhu dan tekanan tinggi, sehingga para ilmuwan menyebutnya cacing pompeii. Dicerobong lain dipenuhi komunitas dari beberapa organisme, bagian bawah dari lubangnya dipenuhi oleh kerang besar,kemudian kepiting putih, yang menajubkan ada cacing berwarna merah yang memenuhi bagian dari cerobong tersebut dengan panjang masing-masing 2 m dan lebar 4 cm. Didalam tubuh mereka terdapat bakteri yang mampu menyerap energi dari sulfida yang keluar dari cerobong. Koloni bakteri ini adalah sumber energi utama setiap makhluk hidup disini. Bakteri dan mikroba lainnya adalah inti dari rantai makanan yang diperlukan oleh lebih dari 500 spesies. Bagian teratas dari rantai makanan ada ikan yang tidak pernah bergerak jauh dari lubang itu.
Selain dengan sulfida ada yang menggunakan sumber energi lain yaitu dengan menggunakan gas Metan (CH4). Dan sekali lagi hewan yang ada didasar laut tersebut mengandung bakteri khusus yang mampu mengolah energi dari gas metan ini. Hewan laut yang hidup di ekosistem ini adalah udang, lobster, cacing polychaete merah, dan kerang.


Perbandingan Dengan Ekosistem Dasar Laut di Perairan Laut Sulawesi Utara

            Jika dibandingkan antara ekosistem laut dalam yang dijelaskan di Film Blue Planet dengan ekosistem laut dalam yang ada di perairan laut Sulawesi Utara, maka kurang lebih dua ekosistem tersebut memiliki banyak persamaan. Persamaan diantaranya adalah adanya Gunung Api bawah laut, kemudian beberapa jenis hewan lautnya. Seperti cacing yang berwarna merah dan kerang laut yang hidupnya tergantung dengan kandungan Hidrogen Sulfida (H2S) ataupun gas Metan (CH4), seperti yang tampak pada gambar diatas yang membandingkan ekosistem laut dalam yang ada di Film Blue Planet (gambar atas) dengan ekosistem laut dalam yang ada di perairan laut Sulawesi Utara (gambar bawah), tepatnya di Laut Sangihe Talaud yang merupakan wilayah atau zona Segitiga Terumbu Karang.


Segitiga Terumbu Karang adalah ekosistem laut yang paling beragam dan dari segi biologi paling rumit di planet ini. Ini mencakup sebagian wilayahIndonesia, Malaysia, Filipina, Papua Nugini, Kepulauan Solomon, dan Timor Leste. Dengan luas 5,7 juta km2, hampir setara dengan luasnya 48 negara bagian AS tanpa Alaska dan Hawaii. Hal ini setanding dengan kekayaan dan keragaman dan kelebatan hutan di Amazon. Segitiga Terumbu Karang juga dihuni oleh lebih dari 600 spesies karang pembentuk-terumbu (75% sudah dikenal ilmu pengetahuan), 3000 spesies ikan terumbu karang (40% spesies terumbu karang yang ada di dunia), 6 dari 7 spesies penyu laut di dunia, dan tiga perempat Moluska atau hewan laut bertulang lunak seperti tripang, tiram, ubur-ubur, cumi-cumi dan lain.
Lokasi ekosistem laut dalam (deep sea) di Laut Sangihe Talaud, Sulawesi Utara dan letak
 segitiga terumbu karang di Indonesia


2.9 Bentos
Salah satu kelompok organisme penyusun ekosistem laut adalah bentos. Bentos istilah berasal dari Yunani untuk “kedalaman laut”. Bentos adalah organisme yang hidup di dasar laut dengan melekatkan diri pada substrat atau membenamkan diri di dalam sedimen. Mereka tinggal di atau dekat sedimen laut lingkungan, dari kolam pasang surut di sepanjang tepi pantai, ke benua rak, dan kemudian turun ke kedalaman abyssal. Daerah terkaya akan jumlah dan macam organisme pada sistem muara-laut ialah daerah bentik, yang terbentang dari pasang naik sampai suatu kedalaman di tempat tanaman sudah jarang tumbuh.
Tubuh bentos banyak mengandung mineral kapur. Batu-batu karang yang biasa kita lihat di pantai merupakan sisa-sisa rumah atau kerangka bentos. Jika timbunannya sangat banyak rumah-rumah binatang karang ini akan membentuk Gosong Karang, yaitu dataran di pantai yang terdiri dari batu karang. Selain Gosong Karang ada juga Atol, yaitu pulau karang yang berbentuk cincin atau bulan sabit. Batu-batu karang yang dihasilkan oleh bentos dapat dimanfaatkan untuk keperluan penelitian, rekreasi, sebagai bahan bangunan dan lain-lain. Sedangkan zat kimia yang terkandung dalam tubuh bentos bisa dimanfaatkan sebagai bahan untuk pembuatan obat dan kosmetika.Benthic organisme, seperti bintang laut, kerang, kerang, teripang, bintang rapuh dan anemon laut, memainkan peran penting sebagai sumber makanan bagi ikan dan manusia.
Klasifikasi benthos menurut ukurannya : Makrobenthos merupakan benthos yang memiliki ukuran lebih besar dari 1 mm (0.04 inch), contohnya cacing, pelecypod, anthozoa, echinodermata, sponge, ascidian, and crustacea. Meiobenthos merupakan benthos yang memiliki ukuran antara 0.1 – 1 mm, contohnya polychaete, pelecypoda, copepoda, ostracoda, cumaceans, nematoda, turbellaria, dan foraminifera. Mikrobenthos merupakan benthos yang memiliki ukuran lebih kecil dari 0.1 mm, contohnya bacteri, diatom, ciliata, amoeba, dan flagellata.
Berdasarkan morfologi dan cara makannya, benthos dapat dikelompokkan menjadi empat, yaitu (1) benthos pemakan deposit yang selektif (selective deposit feeders) dengan bentuk morfologi mulut yang sempit; (2) benthos pemakan deposit yang tidak selektif (non-selective deposit feeders) dengan bentuk morfologi mulut yang lebar; (3) benthos pemakan alga (herbivorous feeders); dan (4) benthos omnivora/predator (Heip et al. 1985; Gwyther & Fairweather 2002).
              Sumber makanan utama bagi bentos adalah plankton dan organik air hujan dari daratan (sungai). Aktivitas manusia di Daerah Aliran Sungai sangat erat kaitannya dengan pemanfaatan air sungai di daerah pemukiman, industri, dan irigasi pertanian. Bahan pencemar yang berasal baik dari aktifitas perkotaan (domestik), industri, pertanian dan sebagainya yang terbawa bersama aliran permukaan (run off), langsung ataupun tidak langsung akan menyebabkan terjadinya gangguan dan perubahan kualitas fisik, kimia dan biologi pada perairan sungai tersebut yang pada akhirnya menimbulkan pencemaran. Dimana pencemaran pada badan air selalu berarti turunnya kualitas dan air sampai ke tingkat tertentu akan menyebabkan air dan tidak dapat berfungsi lagi sesuai dengan peruntukannya. Wilayah perairan merupakan media yang rentan terhadap pencemaran.
Gaufin dalam Wilhm (1975) mengelompokkan spesies makrozoobentos berdasarkan kepekaannya terhadap pencemaran karena bahan organik, yaitu kelompok intoleran, fakultatif dan toleran.  Organisme intoleran yaitu organisme yang dapat tumbuh dan berkembang dalam kisaran kondisi lingkungan yang sempit dan jarang dijumpai di perairan yang kaya organik.  Organisme ini tidak dapat beradaptasi bila kondisi perairan mengalami penurunan kualitas.  Organisme fakultatif yaitu organisme yang dapat bertahan hidup pada kisaran kondisi ling-kungan yang lebih besar bila dibandingkan dengan organisme intoleran.  Walaupun organisme ini dapat bertahan hidup di perairan yang banyak bahan organik, namun tidak dapat mentolerir tekanan lingkungan.  Organisme toleran yaitu organisme yang dapat tumbuh dan berkembang dalam kisaran kondisi lingkungan yang luas, yaitu organisme yang sering dijumpai di perairan yang berkualitas jelek.  Pada umumnya organisme tersebut tidak peka terhadap berbagai tekanan lingkungan dan kelimpahannya dapat bertambah di perairan yang tercemar oleh bahan organik.  Jumlah organisme intoleran, fakultatif dan toleran dapat menunjukkan derajat pencemaran.
2.9.1 Bentos Beting Benua
Daerah ini merupakan daerah dasar danau tempat terdapatnya bentos dan sisa-sisa organisme mati.  Daerah ini merupakan daerah dasar danau tempat terdapatnya bentos dan sisa-sia organisme mati.
Gbr. Empat Daerah Utama Pada Danau Air Tawar
Danau juga dapat dikelompokkan berdasarkan produksi materi organiknya, yaitu sebagai berikut:
a. Danau Oligotropik Oligotropik merupakan sebutan untuk danau yang dalam dan kekurangan makanan, karena fitoplankton di daerah limnetik tidakproduktif. Ciricirinya, airnya jernih sekali, dihuni oleh sedikit organisme, dan di dasar air banyak terdapat oksigen sepanjang tahun.
b. Danau EutropikEutropik merupakan sebutan untuk danau yang dangkal dan kaya akan
kandungan makanan, karena fitoplankton sangat produktif. Ciri-cirinya adalah airnya keruh, terdapat bermacam-macam organisme, dan oksigen terdapat di daerah profundal.
            Danau oligotrofik dapat berkembang menjadi danau eutrofik akibat adanya materi-materi organik yang masuk dan endapan. Perubahan ini juga dapat dipercepat oleh aktivitas manusia, misalnya dari sisa-sisa pupuk buatan pertanian dan timbunan sampah kota yang memperkaya danau dengan buangan sejumlah nitrogen dan fosfor. Akibatnya terjadi peledakan populasi ganggang atau blooming, sehingga terjadi produksi detritus yang berlebihan yang akhirnya menghabiskan suplai oksigen di danau tersebut. Pengkayaan danau seperti ini disebut "eutrofikasi". Eutrofikasi membuat air tidak dapat digunakan lagi dan mengurangi nilai keindahan danau.

2.9.2 Bentos Laut Dalam

            Bentos merupakan sebuah organisme yang tinggal di dalam, atau di dasar laut, dikenal sebagai zona bentik. Mereka tinggal di dekat laut atau endapan lingkungan, dari pasang surut di sepanjang tepi kolam, dan kemudian ke bawah abisal pada kedalaman.Karena cahaya tidak menembus ke dalam laut, sumber energi yang mendalam untuk ekosistem bentik memiliki organik yang lebih tinggi dari pada air bawah kolom yang masuk ke kedalaman.

  
BAB  III  KESIMPULAN

Ekosistem akuatik terbagi menjadi air tawar dan asin. Pada ekosistem air tawar dibagimenjadi habitat lentik dan lotik. Pada habitat lentik, terbagi menjadi zona littoral, limnetik, danprofundal. Di dalam ekosistem tersebut, terdapat berbagai jenis fitopankton dan zooplankton yang  berturut-turut berfungsi sebagai produsen (trofik 1) dan herbivore (trofik 2). Terdapat pula nekton yangberfungsi sebagai karnivora (trofik 3). Keberadaan komponen-komponen ini dipengaruhi oleh faktor-faktor angin, unsur hara, kedalaman perairan, aktivitas pemangsaan, dan suhu




Daftar Pustaka
Nybakken, J.W. 1988. Biologi Laut: suatu pendekatan ekologis. Alih bahasa H. Muh. Eidman dkk. Penerbit Gramedia. Jakarta.

http://pkukmweb.ukm.my/~ahmad/kuliah/ekoair/ekoair.pdf

http://bebas.ui.ac.id/v12/sponsor/Sponsor-Pendamping/Praweda/Biologi/0034%20Bio%201-7e.htm

Tidak ada komentar:

Posting Komentar